sambungan....
pada posting sebelumnya kita sudah mencantumkan resume dari pemikiran-pemikiran Teologi yang berkembang dalam dunia islam. pembahasan tentang pemikiran pendidikan Islam akan dilanjutkan dengan pembahasan filsafat.
berikut beberapa permasalahan tentang filsasat dalam pemikiran pendidikan Islam :
Pemikiran Al-kindi tentang Agama dan filsafat
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan
mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu.
Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya
adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu
filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain
yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan
menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para
rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan
yang diridhai-Nya.
Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan
pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang
diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut
ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Pendapat al-kindi tentang hidup manusia di
akhirat
Kematian
manusia di alam dunia berarti berpisahnya jiwa manusia dari badannnya. Badan yang
tersusun dari materi menjadi musnah beracerai berai, sedangkan jiwa yang tidak
tersusun, tetap hidup tanpa badan. Bila jiwa itu bersih, maka setelah berpisah
dari badan, jiwa itu bias langsung naik memasuki alam akal yang terletak di
langit terjauh, yang disinari dengan sinar tuhan, dan jiwa itu bias melihat
tuhan, serta tersingkap baginya segala sesuatu, baik yang lahir maupun yang
tersembunyi, yang nyata ataupun yang rahasia karena ia melihat dengan sinar
Tuhan.
Sebaliknya jiwa
yang berpisah dari badan tapi tidak suci, tidak dapat langsung memasuki alam
akal (alam kebenaran, alam ketuhanan). Jiwa tersebut harus mengembara untuk
suatu jangka waktu di falak bulan, setelah berhasil membersihkan diri disana,
ia naik ke falak merkuri dan mengembara lagi disana untuk suatu waktu dan
seterusnya jiwa itu akan naik ke fala-falak berikutnya sampai ke falak terjauh.
Setelah berhasil membersihkan diri pada setiap falak pengembaraan dan
benar-benar bersih maka jiwa itu baru dapat memamasuki alam ketuhanan dan berbahagia
disana. Jadi dalam filsafat al-kindi setiap jiwa manusia langsung (tanpa
proses/penyiksaan/penyucian) atau tidak langsung
(berproses/penyiksaan/penyucian) kelak akan memasuki alam ketuhanan dan
menikmati kebahagian syurga yang bersifat spiritual semata. Syurga dan neraka
dalam pandangan alkindi tidak mengacu pada tempat, tapi pada kenikmatan dan
kesengsaraan yang dirasakan oleh jiwa manusia.
Pemikiran
ar-Razi tentang lima yang qodim (kekal)
Filsafat
al-Razi yang paling terkenal dengan ajarannya yang dinamakan Lima yang Kekal,
yakni: Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama Ruang Absolut dan Zaman Absolut,
dalam bahasa Arab :
البا رى تعا لى
والنفسول الكلية والهيلولا للاولى والمكن المطلق والزمن المطلق
Mengenai yang
terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu
antara al-dahr (duration) dan al-waqt (time).
Filsafat Ar Razi dikenal dengan
ajarannya 5 kekal, yaitu:
1. Allah
Ta’ala ( الباري تعالى )
Menurut Ar
Razi, Allah adalah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan
bukan dari ketiadaan tetapi dari sesuatu yang sudah ada. Karenanya,
alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama (Allah) kekal, sebab
penciptaan di sini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Di sisi lain,
jika Allah menciptakan alam dari ketiadaan, tentu Allah akan menciptakan segala
sesuatu dari yang tidak ada. Namun kenyataannya, penciptaan seperti itu adalah
suatu hal yang tidak mungkin.
2. Jiwa universal ( النفس
الكلية )
Pada benda-benda alam terdapat
daya hidup dan gerak tetapi tanpa bentuk. Dalam hal ini, jiwa adalah roh, zat
yang halus seperti udara, sehingga sulit untuk diketahui karena ia tanpa bentuk
dan rupa.
3. Materi pertama ( الهيولى
الأولى )
Adalah substansi yang kekal
terdiri dari atom-atom. Setiap atom memiliki volume. Tanpa volume pengumpulan
atom-atom tidak bisa menjadi suatu yang berbentuk. Bila dunia dihancurkan maka
ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom.materi pertama ini sangat erat
kaitannya dengan jiwa universal (roh). Roh dikuasai naluri untuk bersatu dengan
materi pertama sehingga timbullah suatu bentuk yang dapat menerima fisik.
Karena itulah Allah menciptakan alam semesta termasuk tubuh manusia agar bisa
ditempati roh.
4. Tempat/ruang absolut ( المكان
المطلق )
Adanya materi kekal maka
membutuhkan ruang yang sesuai untuknya. Ruang dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu pertama, ruang partikular/relatif, ia terbatas dan terikat dengan wujud
yang menempatinya. Kedua, ruang universal/mutlak, ia tidak terikat dengan
segala sesuatu yang ada dan tidak terbatas.
5. Masa absolut ( الزمان
المطلق )
Waktu
adalah substansi yang mengalir dan bersifat kekal. Ar Razi membaginya menjadi 2
bagian, yaitu pertama, waktu mutlak, ia tidak memiliki awal dan akhir serta
bersifat universal. Ia terlepas sama sekali dari alam semesta dan gerakan
falaq. Kedua, waktu relatif, ia tidak kekal dan terbatas karena terikat dengan
gerakan falaq, terbit dan tengelamnya matahari. Ringkasnya, karena ia disifati
dengan angka dan dapat diukur.
Paham emanasi menurut Al-Farabi
Alfarabi
mengembangkan paham emanasi Plotinus sebagai berikut :
Dari tuhan
karena ia berpikir tentang dirinya, memancar akal I. Dari akal I, karena ia
berpikir tentang Tuhan, memancar akal II, dan karena ia berpikir tentang
dirinya sendiri, memancar langit pertama. Dari akal II karena ia berpikir
tentang Tuhan, memancar akal III, dank arena ia berpikir tentang dirinya
sendiri, memancar langit bintang-bintang tetap.
Demikianlah
seterusnya, dengan berpikir tentang Tuhan dan tentang diri sendiri, dari akal
III memancar akal IV dan langit saturnus, dari akal IV memancar akal V dan
langit Yupiter, dari akal V memancar akal VI dan langit Mars, dari akal VI
memancar akal VII dan langit Matahari, dari akal VII memancar akal VIII dan
langit Venus, dari akal VIII memancar akal IX dan langit Merkuri, dari akal IX
memancar akal X dan langit Bulan, dan dari akal X memancar bumi dengan segala
isinya. Demikianlah paham emanasi al-Farabi, yang esensinya (Tuhan memancar
daya-daya-Nya yang sebagian tetap wujud rohani dan sebagian menjelma dalam
bentuk materi). Semua akal yang X itu disebut juga oleh Al-Farabi dengan
sebutan Al-Asyya Al-Mufariqoh.
Paham emanasi menurut Ibnu Sina
Teori emanasi
yang dianut dan dikembangkan oleh Ibnu Sina hamper tidak berbeda dari teori
emanasi yang dikemukakan oleh al-Farabi. Teori
emanasi Ibnu sina adalah sebagi berikut : dari Tuhan muncul akal I
sampai dengan akal X, jiwa langit I sampai jiwa langit IX, dan bumi. Emanasi
itu adalah akibat aktivitas berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir tentang diri-Nya
maka memancar dari diri-Nya akal I. akal I memiliki tiga aktivitas berpikir
yaitu :
a.
Berpikir
tentang Tuhan
b.
Berpikir
dirinya sebagai wajib al-wujud Lighairihi (sebagai wajib wujud karena bukan
dirinya, yakni karena Tuhan)
c.
Berpikir
tentangnya sebagi mumkin wujud karena dirinya.
Sebagai akibat
dari akvitas pertama, maka dari akal I muncul akal II, sebagai akibat dari
aktivitas kedua, maka dari akal I muncul
jiwa langit I, dan sebagai akibat dari aktivitas ketiga, maka dari akal I itu
muncul Tubuh (Jisim) langit I, jadi tiga aktivitas berpikir melahirkan tiga
akibat. Selanjutnya akal II juga memiliki tiga aktivitas berpikir, demikian
seterusnya sampai munculnya akal X.
Paham Al-Farabi dan Ibnu Sina tentang Kenabian :
a. Al-Farabi
Sebagai seorang
filosof muslim al-farabi melawan pandangan yang meniadakan kenabian. Menurut
al-farabi kenabian adalah suatu yang diperoleh oleh manusia-manusia utama,
yaitu para Nabi (Rasul), bukan melalui upaya mereka, bukan melalui upaya
pembersihan hati, seperti yang dilakukan para sufi, dan bukan melalui upaya
studi keras menguasai ilmu pengetahuan sebanyak mungkin, seperti yang
diupayakan oleh para filosof. Para Nabi sejak kelahiran mereka telah memiliki
quwwah qudsiyah (kekuatan suci), yang membuat mereka siap dikala dewasa untuk
menerima wahyu dari akal aktif, dan sekaligus bias melakukan
perbuatan-perbuatan luar biasa (mukjizat).
b. Ibnu Sina
Menurut ibnu
Sina : sebagian manusia dianugerahi oleh Tuhan akal potensial yang demikian
kuat, sehingga mereka tidak perlu kepada latihan atau studi yang banyak untuk
berada pada taraf siap berkomunikasi dengan akal aktif. Potensi besar yang
mereka miliki itu disebut al-hads (daya luar biasa). Itulah potensi tertinggi
yang diberikan tuhan kepada manusia, dan mereka yang mendapat anugerah tersebut
hanyalah para Nabi. Dalam tulisannya : Risalah fi Istbat al-Nubuwah, Ibnu Sina
berupaya menunjukan adanya perbedaan keunggulan atau keutamaan pada segenap
wujud, dan pada akhirnya menegaskan bahwa para Nabi, yang akal teoritis mereka
mengaktual secara sempurna secara langsung.
Apa Alasan Al-Ghazali
mengkafirkan faham qodimnya alam?
Bagi Al-Ghazali, bila alam itu
dikatakan qodim (tidak pernah tidak ada), maka mustahil dapat dibayangkan bahwa
alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi faham qadimnya alam menurut Al-Ghazali,
membawa kepada kesimpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya, tidak
diciptakan oleh Tuhan, dan ini berarti bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an
yang cukup jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam
(langit, bumi, dan segala isinya). Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak qodim
dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedang alam tidak ada, kemudian Tuhan
menciptakan alam, maka alam ada disamping adanya Tuhan. sebaliknya, bagi para
filosof Muslim yang berfaham bahwa alam itu qadim, sedikitpun tidak dipahami
mereka dengan pengertian mereka bahwa alam ada dengan sendirinya. Alam itu
qadim justru karena Tuhan menciptakannya sejak azali/qidam. Bagi mereka,
mustahil Tuhan ada sendiri tanpa mencipta pada awalnya, kemudian baru
menciptakan alam. Gambaran bahwa pada awalnya Tuhan tidak mencipta, kemudian
baru menciptakan alam, menurut mereka, menunjukan berubahnya Tuhan. menurut
mereka “Tuhan” mustahil berubah, oleh sebab itu mustahil pula Tuhan berubah
dari “pada awalnya tidak/belum mencipta, kemudian mencipta.
Jawaban Ibnu Rusd tentang qodimnya alam :
Menurut Ibnu
Rusd dari ayat al-quran (11:7, 41;11. 21;30) dapat disimpulkan bahwa alam
dijadikan bukan tiada, tapi dari sesuatu yang telah ada. Ia juga mengingatkan
bahwa paham itu qodim tidaklah mesti membawa kepada pengertian bahwa alam itu
ada dengan sendirinya atau tidak dijadikan oleh Tuhan.
Tentang Tuhan tidak mengetahui Juz’iyat :
Ibnu Rusd
Ibnu Rusd
menyatakan bahwa para filosof muslim sama pandangan mereka dengan para ulama
lainnya bahwa tuhan mengetahui hal-hal yang bersifat juz’i. pandangan demikian
tidak pernah mereka persoalkan, yang mereka persoalkan dan pikirkan adalah
bagaimana caranya tuhan mengetahui hal-hal yang bersifat farticular. Menurutnya
para filosof muslim berpandangan bahwa pengetahuan tuhan tentang hal-hal yang
bersifat particular tidak seperti pengetahuan manusia, karena pengetahuan
manusia mengambil bentuk efek (akibat, ma’lul dari memperhatikan hal-hal
particular itu). Sedangkan pengetahuan tuhan tidak begitu, tapi menjadi sebab
(illah).
Al-Ghozali
Ghozali
memberikan vonis bahwa pendapat para filosof muslim tentang tuhan tidak
mengetahui juz’iyat (particular) adalah batil (tidak benar). Disimpulkannya
dari perkataan Ibnu Sina bahwa tuhan mengetahui hal-hal yang particular secara
kulli (Innahu Ta’ala ya’lamu aljuz’iyyat
ala nahwin kulliyin). Perkataan demikian kata al-ghozali, maksudnya adalah
tuhan mengetahui (misalnya) gerhana matahari dengan segala macamnya
(missal;gerhana total,separuh,sekian persen,dan seterusnya, tapi tuhan tidak
mengetahui macam yang mana gerhana matahari terakhir, dua terakhir, tiga
terakhir, gerhana pada tahun sekian, pada tahun sekian, dan seterusnya). Paham
bahwa tuhan tidak mengetahui juz’iyat bertentangan dengan ajaran al-quran
(bahwa tuhan maha mengetahui segala sesuatu), dan harus dikafirkan.
Betulkah filusuf muslim
berpaham bahwa surga dan neraka itu bersifat spiritual saja ? jelaskan !
Pemahaman para filusuf muslim secara hakiki, menurut
akal mereka mustahil. Oleh karena itu, gambaran tersebut haruslah dipahami
secara majasi. Penggambaran Tuhan tentang alam kubur/akhirat secara
jasmani/materi, mereka pahami sebagai upaya materialisasi terhadap hal-hal yang
bersifat spiritual dan itu adalah upaya yang layak. Penggambaran seperti itu
adalah bijaksana. Sebenarnya, bukan hanya para filsuf muslim yang sulit
memahami kehidupan alam kubur/akhirat secara jasmani-rohani. Melainkan juga
mereka yang bukan filsuf. Bagaimana bisa dipahami nikmat atau azab kubur secara
jasmani-rohani bagi mereka yang mati dengan jasad yang habis dimakan oleh
binatang atau sudah menjadi abu karena terbakar? Bagaimana bisa dipahami jasad
yang diletakkan diliang lahat itu dapat merasakan nikmat atau azab, seperti
azab malaikat berupa pukulan besi bagian kupingnya atau merasakan jepitan
kalajengking atau gigitan ular besar yang datang kepada jasad yang terbaring
dilahat? Bagaimana bisa dipahami bahwa kuburan orang baik-baik dilapangkan
sampai 70 hasta dan dibentangkan hamparan sampai ke surga, atau kuburan orang
yang jahat disempitkan sedemikian hebat sehingga remuk tulang-tulang jasad yang
berbaring dilahat itu? Bagaimana bisa dipahami bahwa manusia dibangkitkan di alam masyhar dengan badan telanjang [padahal matinya mengenakan pakaian]?
Bagaimana bisa dipahami bahwa mereka yang berada di surga bisa berdialog dengan
mereka yang berada di neraka yang menyala-nyala? Karena tidak mudah dipahami
secara jasmani-rohani, muncul pemahaman dari kalangan sufi bahwa alam
kubur/akhirat itu adalah alam rohani semata. Jasad-jasad yang ada pada alam
alam kubur/akhirat itu juga bersifat rohani, bukan bersifat jasmani/materi.
bersambung... (Tasawuf)
0 komentar:
Posting Komentar