Kita pun sudah dibiasakan untuk Beriktilat secara berjamaah
di Sekolah (Sekolah Umum)
Sadar atau
tidak ternyata kita telah terbiasa beriktilat dengan lawan jenis. Sejak
menempuh pendidikan mulai dari Play Group atau Taman Kanak-kanak hingga
universitas kita berbaur bebas dengan lawan jenis. Padahal tidak semua
siswa/siswi, pelajar atau mahasiswa memahami betul bagaimana bentuk ikhtilat
yang dibolehkan oleh syariat dan yang tidak.
Di negara kita
Indonesia, sekolah-sekolah umum di berbagai tingkatan mulai dari taman
kanak-kanak dalam satu kelas biasanya antara laki-laki dan perempuan digabungkan,
entah siapa yang merumuskan ketentuan tersebut seolah itu menjadi suatu hal
wajar, padahal secara tidak sadar percampuran ini merupakan bibit awal terjadinya
banyak penyimpangan seksual dan pergaulan bebas.
Yang disayangkan
adalah para siswa/i, pelajar dan mahasiswa tidak di bekali bagaimana cara
bergaul antara lelaki dan perempuan, pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pun
tidak ada materi kurikulumnya menjelaskan bagaimana bergaul antara lelaki dan
perempuan kalau pun ada itu hanya dalam tataran teori. Akhirnya para siswa/i, pelajar dan mahasiswa tidak mengetahui dan
terjerus kedalam jurang pergaulan bebas.
Saya yang awam
belum juga mengerti betul apa dampak positif dari dicampurnya laki-laki dan
perempuan dalam satu kelas. Saya lebih banyak melihat dampak negatifnya. Bukan berarti
saya juga membatasi pergaulan, jika saja para siswa/i di bekali dan terus di
bimbimbing dalam pergaulannya mungkin bisa saja. Tetapi apa mungkin seorang
guru terus memantaunya jika ia tidak ada di pesantren, maka Pesantren adalah
solusi bagi para orang tua untuk menyekolahkan anaknya.
Mengenai masalah
ini kita yang awam mungkin tidak bisa merubah suatu sistem yang ada di
sekolah-sekolah umum tersebut. Paling tidak apa yang saya tulis ini bisa menjadi
wacana bagi siapa saja yang membaca. Bagi para peneliti dan pemerhati pendidikan.
Wallahua’lam
0 komentar:
Posting Komentar